Minggu, 13 Juni 2010

SATUAN ACARA PERKULIHAN


Kode / Nama Mata Kuliah : PAI-231-2-2 / Kebijakan Pendidikan Revisi ke : 01…………..
Satuan Kredit Semester : 2 SKS Tanggal revisi : 27 Januari 2010
Jumlah Jam kuliah dalam seminggu : 2 jam Tanggal mulai berlaku : Februari 2010
Jumlah Jam kegiatan laboratorium : 0 Jam Penyusun : Prof. Dr. Sutrisno, M.Ag.
Dr. H. Tasman Hamami , MA
Drs. H. Khamim Zarkashi P, M.Si.
Penanggungjawab Keilmuan : Prof. Dr. Sutrisno, M. Ag
Ranah Integrasi – Interkoneksi :

1. Ranah Integrasi-Interkoneksi:
a. Pada level filosofis, nilai dasar dari matakuliah ini terletak pada latarbelakang munculnya kebijakan pendidikan di Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa setiap kebijakan pendidikan selalu didasarkan pada pemikiran atau argumen-argumen secara filosofis.
b. Pada level materi, setiap materi pembelajaran mata kuliah ini terkait dengan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan seperti kebijakan Sisdiknas, wajib belajar 9 tahun, sentralisasi dan desentralisasi pendidikan, otonomi daerah, Manajemen berbasis sekolah/madrasah (MBS/M), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari APBN dan APBD, dan badan Hukum Pendidikan (BHP).
c. Pada level metodologi, integrasi pembelajaran mata kuliah ini menekankan pada pemahaman terhadap dasar-dasar konseptual, implementasi, dan implikasi dari kebijakan pemerintah pada bidang pendidikan di Indonesia. Untuk itu diperlukan pendekatan pembelajaran yang humanistik dalam proses perkuliahan seperti perkuliahan secara interaktif dan dialogis, penugasan serta diskusi.

2. Matakuliah pendukung integrasi-interkoneksi :
a. Ilmu Pendidikan
b. Administrasi Pendidikan
c. Manajemen Pendidikan
d. Filsafat pendidikan
e. Leadership

Deskripsi Mata Kuliah :
Keberadaan pendidikan tidak dapat terlepas dari politik pendidikan. Reformasi di Indonesia yang terjadi pada tahun 1997 secara langsung berimplikasi pada kebijakan pendidikan. Kebijakan pendidikan itu juga berimplikasi pada implementasi Sistem Pendidikan Nasional. Oleh karena itu, kebijakan pendidikan perlu diketahui oleh mahasiswa jurusasn Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai calon guru PAI.
Mata kuliah Kebijakan Pendidikan termasuk dalam elemen MKK, dan jenis kompetensi yang diharapkan merupakan rumpun kompetensi inti khusus pendukung yang menjadi ciri khas dari jurusasan PAI di Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Mahasiswa yang menempuh mata kuliah ini telah menempuh mata kuliah ilmu pendidikan, administrasi pendidikan, manajemen pendidikan, filsafat pendidikan dan leadership sebagai matakuliah-matakuliah yang terkait erat dengan matakuliah ini. Ruang lingkup mata kuliah ini diawali dari latar belakang munculnya kebijakan pendidikan di Indonesia, UU sisdiknas, UU guru dan dosen, PP Standar Nasional Pendidikan, permendiknas ttg standar isi, standar kompetensi lulusan, UU BHP, dan implikasi dari kebijakan-kebijakan tersebut.

Standar Kompetensi : Mahasiswa memiliki pemahaman tentang filosofi kebijakan pendidikan di Indonesia dan mampu melaknakan kebijakan pendidikan, khususnya yang terkait dengan Pendidikan Agama Islam (PAI)


Perte-muan Ke Kompetensi
Dasar Indikator Materi Pokok Aktivitas
Pembelajaran Waktu
(Menit) Sumber Belajar
1 & 2 Mahasiswa dapat memahami UU RI No. 20 / 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional a. Mahasiswa dapat menjelaskan UU No. 20/2003 secara umum
b. Mahasiswa dapat menunjukkan UU. No. 20/2003 yg terkait dg PAI
c. Mahasiswa dapat menyiapkan diri terkait dg penerapan UU No. 20/2003 dalam kaitannya dengan PAI. Pembahasan pasal-pasal dalam UU No. 20 / 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Reading Guide
Point Counterpoint 200 Naskah UU No. 20 / 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta penjelasannya
3 & 4 Mahasiswa dapat memahami UU No 14 / 2005 tentang Guru dan Dosen a. Mahasiswa dapat menjelaskan UU No. 14/2005 secara umum
b. Mahasiswa dapat menunjukkan UU No. 14/2005 yang terkait dengan guru PAI
c. Mahasiswa dapat mempersiapkan diri untuk memenuhi UU No. 14/2005 dalam kaitannya dengan guru PAI Pembahasan pasal-pasal dalam UU No 14 /2005 tentang Guru dan Dosen Reading guide
Active debate
Information search 200 Naskah UU No 14/ 2005 tentang Guru dan Dosen beserta penjelasannya
5 & 6 Mahasiswa dapat memahami PP No 19 / 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan a. Mahasiswa dapat menjelaskan PP No. 19/2005 secara umum
b. Mahasiswa dapat menyiapkan diri terkait dg pelaksanaan PP No. 19/2005 yg terkait dengan PAI Pembahasan pasal-pasal dalam PP No 19 / 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Reading guide
Information search 200 Naskah PP No 19 / 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan beserta penjelasannya
7 & 8
Mahasiswa dapat memahami Permendiknas No 22/2006 tentang Standar Isi, No 23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, No 24/2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23 a. Mahasiswa dapat menjelaskan Permendiknas No. 22, 23 dan 24/2006 secara umum
b. Mahasiswa dapat menunjukkan Permendiknas No. 22/2006 yang terkait dengan standar isi mapel PAI
c. Mahasiswa dapat menunjukan Permendiknas No. 23/2006 yang terkait dengan standar kompetensi
d. Mahasiswa dapat menunjukkan Permendiknas No. 24/2006 yang terkait dengan mapel PAI
e. Mahasiswa dapat menyiapkan diri terkait dg penerapan Permendiknas No. 22/2006 yang terkait dengan standar isi mapel PAI
f. Mahasiswa dapat menyiapkan diri terkait dg penerapan Permendiknas No. 23/2006 yang terkait dengan standar kompetensi
g. Mahasiswa dapat menyiapkan diri terkait dg penerapan Permendiknas No. 24/2006 dalam mapel PAI Pembahasan pasal-pasal dalam Permendiknas No 22/2006 tentang Standar Isi, No 23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, No 24/2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23 Reading guide
Information search
The study group
200 Naskah Permendiknas No 22/2006 tentang Standar Isi, No 23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, No 24/2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23 beserta penjelasannya
9 & 10 Mahasiswa dapat memahami UU tentang Badan Hukum Pendidikan a. Mahasiswa dapat menjelaskan UU tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) secara umum
b. Mahasiswa dapat memberi respon terhadap UU BHP terkait lembaga pendidikan Islam
c. Mahasiswa dapat menyiapkan diri terkait dg penerapan UU BHP pd lembaga pendidikan Islam Pembahasan pasal-pasal dalam UU tentang Badan Hukum Pendidikan Reading guide
Information search 200 Naskah UU tentang Badan Hukum Pendidikan beserta penjelasannya
11 & 12 Mahasiswa dapat memahami Kebijakan Pendidikan Agama Islam di Indonesia dalam PP Nomor 55 Tahun 2007 a. Mahasiswa dapat menjelaskan kebijakan Pendidikan Islam di Indonesia secara umum
b. Mahasiswa dapat menjelaskan kebijakan pendidikan Islam di Indonesia kaitannya dengan PAI
c. Mahasiswa dapat menyiapkan diri terkait dg penerapan kebijakan pendidikan Islam di Indonesia terkait dengan PAI Pembahasan pasal-pasal dalam PP Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Reading guide
Information search
Peer lessons 200 Naskah PP Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan
13 & 14 Mahasiswa dapat memahami PP No 74/2008 tentang Guru a. Mahasiswa dapat menjelaskan PP. No 37/2008 secara umum
b. Mahasiswa dapat menunjukkan PP. No. 37/2008 yg terkait dg guru PAI
c. Mahasiswa dapat menyiapkan diri terkait dg penerapan PP No. 37/2008 khususnya ttg guru PAI. Pembahasan pasal-pasal dalam PP No 74/2008 tentang Guru Reading guide
Active debate
Information search 200 Naskah PP No 74/2008 tentang Guru

Komposisi Penilaian:
Aspek Penilaian Prosentase
Ujian Akhir Semester 40 %
Ujian Tengah Semester 20 %
Tugas 20 %
Keaktifan, Tampilan, dan Sikap 20 %
Total 100 %

Daftar Referensi:

1. UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
2. UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
3. PP Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
4. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
5. Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
6. Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23
7. Undang-Undang tentang BHP
8. PP Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan
9. PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru


Disusun oleh: Diperiksa oleh: Disahkan oleh
Dosen Pengampu




Prof. Dr. Sutrtisno, M.Ag Penanggung Jawab Keilmuan




Prof. Dr. Sutrisno, M. Ag Kepala Jurusan/Program Studi




Muqowim, M.Ag
Pembantu Dekan Bidang Akademik




Drs. Usman, S.S., M. Ag

PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Oleh: Sutrisno
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Indonesia

A. Pendahuluan
Akhir-akhir ini pendidikan Islam di Indonesia semakin menarik dan semakin luas dibicarakan. Hal ini mungkin karena terkait dengan peristiwa-peristiwa terorisme yang dicitrakan berbasis pada lembaga-lembaga pendidikan bercirikan keislaman. Akan tetapi, terdapat berbagai argumen mengapa pendidikan Islam menarik untuk didiskusikan. Pertama, bahwa pendidikan Islam menyatu dengan masyarakat. Islam dan umat Islam tidak akan ada tanpa pendidikannya. Sedangkan Islam merupakan agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia. Kedua, pendidikan Islam di Indonesia telah melewati perjalanan panjang. Ketiga, Indonesia bukan hanya negara muslim terbesar, melainkan juga memiliki paling banyak lembaga pendidikan Islam. Keempat, banyak ilmuan Indonesia pernah belajar di lembaga pendidikan Islam, seperti Idham Khalid, Agus Salim, HAMKA, Ahmad Rasyidi, A. Mukti Ali, Nurcholish Madjid, Syafii Ma’arif, Qodri Azizi, Mulyadi Kartanegara, Amin Abdullah, dan Qomaruddin Hidayat. Kelima, lembaga ini telah banyak melahirkan tokoh nasional, seperti Muh. Natsir, Cokro Aminoto, Abdurrahman Wahid (mantan presiden RI), A Malik Fadjar, Hasyim Muzadi (ketua PB NU), Din Syamsuddin (ketua PP Muhammadiyah), Hidayat Nur Wahid (ketua MPR).
Karena hal-hal tersebut maka wajar jika pendidikan Islam di Indonesia menimbulkan penasaran bagi banyak pihak. Tulisan ini dimaksudkan sekedar memberikan gambaran singkat, dengan harapan dapat memenuhi penasaran tersebut. Tulisan ini mencakup pembahasan kategorisasi lembaga pendidikan Islam, problem pendidikan Islam, dan upaya pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia.

B. Kategorisasi Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia
Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan Islam selama ini telah menjelma dalam pranata kehidupan dan menyatu dalam kiprah masyarakat. Karena itu, model pendidikan Islam di Indonesia berwarna-warni yang menggambarkan aliran komunitas basisnya. Awalnya ia tumbuh dari bawah yang kemudian menginstitusi dalam bentuk lembaga mulai tingkat ibtidaiyah hingga aliyah.
Berdasarkan paparan di atas, maka tidak mudah membuat kategorisasi lembaga pendidikan Islam di Indonesia. Sekedar untuk memudahkan pembahasan dalam tulisan ini, lembaga pendidikan Islam di Indonesia dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu pendidikan dasar-menengah, dan pendidikan tinggi. Kemudian, pendidikan Islam dasar-menengah dapat dibedakan ke dalam tiga jenis, yaitu pendidikan pesantren, sekolah, dan madrasah.
Pesantren yang biasa disebut dengan pondok pesantren atau pendidikan tradisional, sekalipun sudah banyak pesantren modern, merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Pesantren dipandang sebagai lembaga pendidikan tradisional Islam indigenos karena tradisinya yang panjang di Indonesia. Pesantren pada umumnya didirikan oleh kiai yang berafiliasi pada Nahdlatul Ulama (NU). Sekedar menyebut pesantren-pesantren di Indonesia adalah Termas Pacitan, Tebuireng Jombang, Darul Ulum Jombang, Lirboyo Kediri, Buntet Cirebon, Gontor Ponorogo, Tegal Rejo Magelang, Al-Anwar di Rembang Jawa Tengah, Diniyah Putri Padang Panjang Sumatra Barat, Babus Salam Bandung, dan Darunnajah Jakarta.
Sekolah Islam, dari perspektif sejarah, merupakan perkembangan lebih lanjut dari sistem sekolah Belanda yang pertama kali diadopsi Muhammadiyah sejak organisasi ini berdiri pada tahun 1912. Muhammadiyah tidak sekedar mengambil alih sistem sekolah Belanda, melainkan juga memasukkan pelajaran agama Islam, yang sekarang dikenal dengan istilah ’Ismuba’ (Islam, Muhammadiyah, dan Bahasa Arab). Sampai sekarang Muhammadiyah menaungi lebih dari 5.632 sekolah dasar dan menengah. Selanjutnya, adalah Buya Hamka yang mentransformasi sekolah model Muhammadiyah menjadi sekolah Islam Al-Azhar di Kebayoran Baru Jakarta. Kemudian, muncul sekolah-sekolah Islam seperti Al-Izhar, Az-Zahrah, Madania, Dwiwarna, Athirah (Makassar) Mutahhari (Bandung), Sultan Agung (Semarang), Al-Khairat, Nurul Fikri, Al-Hikmah (Surabaya), Global Islamic School, dan banyak lagi.
Di Indonesia pendidikan Islam tidak hanya diajarkan di pesantren dan sekolah Islam, tetapi juga di sekolah umum baik negeri maupun swasta mulai dasar (SD) sampai menengah atas (SMA/K). Pendidikan Islam di sekolah umum dikemas dalam matapelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang terdiri dari lima aspek yaitu Keimanan, Qur’an-Hadis, Ibadah, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Akhlak.
Madrasah di Indonesia semula merupakan lembaga pendidikan yang umumnya didirikan kalangan modernis, seperti Jami’at Khair dan Al-Irsyad untuk merespon ekspansi sekolah-sekolah model Benlanda dan sekolah-sekolah Muhammadiyah yang mengadopsi sistem persekolahan Belanda. Dalam perkembangan selanjutnya sistem dan kelembagaan madrasah semakin banyak diadopsi di pesantren, seperti di Pesantren Darul Ulum dan Tebuireng Jombang, Lirboyo Kediri, Buntet Cirebon, Gontor Ponorogo, Pabelan Magelang, Diniyah Putri Padang Panjang Sumatra Barat, dan Darunnajah Jakarta. Persyarikatan Muhammadiyah pada tahun 1923 juga mendirikan Madrasah Mualimin dan Mualimat di Yogyakarta. Selanjutnya, Madrasah dari segi kuantitas (terutama yang negeri) berkembang sangat cepat mencapai jumlah ribuan sekarang. Dari segi kualitas madrasah menjelma menjadi lembaga pendidikan dasar dan menengah alternatif di Indonesia, seperti Madrasah Terpadu (MIN, MTsN, dan MAN) di Malang, MAN Insan Cendekia, Madrasah darul Ulum di Jombang, Assalam di Surakarta, Madrasah Diniyah Putri Padangpanjang, dan banyak lagi.
Pendidikan tinggi dapat dikelompokkan ke dalam pendidikan tinggi Islam (PTI) dan PAI di Perguruan Tinggi Umum (PTU).
Secara sederhana kategorisasi lembaga pendidikan Islam di Indonesia dapat diskemakan sebagai berikut.

C. Problem Pendidikan Islam di Indonesia
Tidaklah mudah untuk menuliskan secara singkat problem pendidikan Islam di Indonesia. Bukan saja karena pendidikan Islam sudah berjalan bersamaan dengan datang dan berkembangnya Islam di kepulauan Nusantara, tetapi juga karena sangat berfariasi dan penuh dengan dinamika. Karena itu, sub bab ini tidak mungkin untuk menuliskan secara keseluruhan, tetapi sekedar menuliskan bagian kecil dari problem pendidikan Islam di Indonesia
Masing-masing dari ketiga jenis pendidikan Islam dasar-menengah di Indonesia memiliki keunggulan, di samping kelemahan. Pada umumnya pesantren unggul dibidang ilmu-ilmu tradisional (agama) seperti tafsir, hadits, figh, tauhid/keimanan, akhlak, tasawuf, dan bahasa Arab, tetapi lemah di bidang ilmu-ilmu modern (umum) seperti matematika, fisika, kimia, biologi, kedokteran, antropologi dan sosiologi. Sebaliknya sekolah Islam lemah di bidang ilmu-ilmu agama tetapi unggul di bidang ilmu-ilmu umum. Madrasah didirikan untuk memadukan keunggulan pesantren dan sekolah, di samping untuk menghindarkan kelemahan dari keduanya. Akan tetapi, kebanyakan madrasah belum sepenuhnya dapat mencapai tujuan tersebut.
Di samping itu, pesantren belum sepenuhnya bebas dari stigma negatif seperti eksklusif, literal, radikal, fundamental, dan dikait-kaitkan dengan isu teroris. Pendidikan Agama Islam (PAI) baik di sekolah Islam maupun di sekolah umum masih kebanjiran kritik, seperti terlalu normatif, doktriner, cognitive oriented, dan masih belum bisa membentuk kepribadian muslim. Madrasah menghadapi problem lebih serius, seperti dianggap sebagai lembaga pendidikan kurang kompetitif, kualitas lulusannya masih kalah dari sekolah pada ilmu-ilmu umum dan masih kalah dari pesantren pada ilmu-ilmu agama, 40% gurunya mismatch (guru mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmunya, misalnya lulusan PAI mengajar Bahasa Inggris, lulusan syari’ah mengajar Matematika), sarana dan prasarana pendidikan serba kurang, manajemen pengelolaan kurang professional.
Keunggulan pesantren berupa ilmu-ilmu tradisional (agama) perlu diimbangi dengan ilmu-ilmu modern. Tujuan pendidikan di pesantren perlu ada perubahan, pengembangan dan penyempurnaan. Jika selama ini pendidikan di pesantren bertujuan untuk mencapai kebahagiaan di akhirat, dengan asumsi dunia secara otomatis akan tercapai. Kenyataan menunjukkan lain bahwa sebagian lulusan pesantren tidak dapat merespon kehidupan di dunia dengan baik. Maka, tujuan pendidikan di pesantren perlu ditujukan untuk mencapai kebahagiaan baik di akhirat maupun di dunia. Perubahan tujuan ini mengandung konsekuensi, yaitu di pesantren harus dikembangkan ilmu-ilmu tradisional sekaligus ilmu-ilmu modern. Di samping itu, pengembangan keilmuannya tidak boleh hanya terhenti pada dataran teoritis, tetapi harus sampai pada praktis. Ilmu dikembangkan dengan tujuan untuk landasan amal. Oleh karena itu, pengembangan ilmu di pesantren harus mencakup kognitif, afektif dan psikomotor; dari pengetahuan, pengamalan sampai ketrampilan hidup (life skill) dalam pengertian luas.
Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah bertujuan untuk menumbuh kembangkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, serta akhlak mulia peserta didiknya. Jika selama ini PAI di sekolah didominasi oleh pendekatan doktriner, ideologis, dan hanya terhenti pada aspek kognitif, maka perlu diubah dengan pendekatan ilmu (rasional), iman, dan amal (kognitif, afektif dan psikomotor). Dengan kata lain PAI di sekolah harus dapat memotivasi peserta didik untuk mengembangkan keilmuan, memperkuat keimanan dan dapat dijadikan landasan moral dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan, pendidikan di madrasah barangkali paling sulit diatasi di antara tiga jenis pendidikan dasar dan menengah tersebut. Madrasah yang semula didirikan untuk memadukan keunggulan ilmu-ilmu tradisional sebagaimana terdapat pada pesantren dan keunggulan ilmu-ilmu modern sebagaimana terdapat pada sekolah-sekolah mengalami kegagalan, kecuali beberapa madrasah. Kegagalan madrasah ini disebabkan oleh berbagai faktor yang sangat komplek. Khusus dari segi manajemen atau pengelolaan, madrasah dikelola Departemen Agama yang tidak memiliki dana yang cukup untuk membiayai madrasah yang jumlahnya sangat banyak, di samping Depag tidak memiliki sumber tenaga kependidikan yang memadai, jika dibandingkan dengan Diknas.
Pendidikan tinggi Islam di Indonesia, menurut Zamroni walaupun jumlahnya sangat banyak (lebih dari 420 buah), tetapi dalam peta perguruan tinggi di Indonesia, kebanyakan masih menempati posisi di pinggiran. Untuk meningkatkan kedudukannya, perguruan tinggi Islam harus mampu mereformasi kurikulumnya secara mendasar. Pendidikan tinggi Islam harus memiliki tipe ideal manusia seutuhnya. Sosok manusia seutuhnya, menurut Islam, adalah insan al-kamil. Manusia yang memiliki pengetahuan dan perilaku sebagaimana yang dimiliki Rasulullah. Manusia yang terdiri atas jiwa dan raga, dengan pengetahuan yang dimiliki, jiwa bisa mengendalikan perilaku untuk mencapai kebahagiaan di akhirat. Tujuan utama adalah kebahagiaan di akhirat, sedangkan kebahagiaan di dunia sebagai kebahagiaan antara. Untuk mencapai tujuan itu, seseorang harus memiliki ilmu pengetahuan, memiliki kebijaksanaan (wisdom), berjiwa adil, dan mampu mentransformasikan ilmu yang dimiliki ke dalam amal perbuatan yang berguna tidak saja bagi dirinya, tetapi juga bagi lingkungan. Sosok manusia seutuhnya tidak akan statis, tetapi selalu dinamis sesuai dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat.
Orientasi pendidikan tinggi Islam, sebagai subsistem pendidikan tinggi nasional, ikut terpengaruh pada transfer of knowledge sebatas yang terkait erat dengan masalah kerja dan perolehan gelar akademik; bukan untuk mengembangkan kemampuan manusia secara kaffah. Pendidikan Tinggi Islam seharusnya mengembangkan tiga perangkat yang dimiliki manusia, yaitu indera, akal, dan hati secara maksimal. Kesalahan pendidikan tinggi karena kurang menumbuhkembangkan ketiga hal tersebut.
Globalisasi menuntut lahirnya manusia-manusia yang berkualitas, baik fisik, intelektual, maupun moralnya. Karena itu, pengembangan manusia (human development) harus meliputi seluruh aspek kehidupan secara integral, selaras, serasi, dan seimbang. Pendidikan Tinggi Islam secara sadar harus berani mengkaji ulang visi, misi dan paradigma yang mendasarinya. Bangunan ilmu pengetahuan yang dikotomik antara ilmu-ilmu tradisional (agama) dan ilmu-ilmu modern (umum) harus diubah menjadi pandangan baru yang lebih holistik atau setidak-tidaknya bersifat komplementer.
Pedidikan Tinggi Islam sangat strategis untuk mengurai benang kusut krisis pemikiran dalam Islam yang berdampak pada stagnasi dan kemunduran peradaban umat Islam. Reformasi umat Islam yang berorientasi pada kemajuan harus bermula dari pendidikan. PTAI merupakan lembaga pendidikan tinggi Islam yang strategis untuk mengembangkan tradisi ilmiah umat Islam yang peduli terhadap persoalan-persoalan besar bangsa.
PTAI masih menghadapi berbagai tantangan dan masalah, antara lain: pertama, setelah enam IAIN/STAIN berubah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) tidak hanya berkesempatan mengembangkan ilmu-ilmu agama Islam, tetapi juga ilmu sosial, alam, dan humaniora. Dengan perubahan itu diharapkan upaya untuk mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum dapat terealisir. Kedua, dengan peningkatan otonomi yang lebih besar, PTAI diharapkan dapat mengembangkan dirinya secara lebih maksimal. Ketiga, peningkatan akuntabilitas PTAI dari segi kelembagaan dan akademis sehingga alumninya lebih profesional, ahli, dan terampil. Keempat, peningkatan kerja sama dengan perguruan tinggi lain, guna menciptakan sinergi yang dapat mendorong akselerasi peningkatan mutu pendidikan di PTAI.
Problem pendidikan Islam yang paling mendasar dewasa ini adalah problem ideologi. Umat Islam tidak dapat mengkaitkan secara efektif pentingnya pengetahuan dengan orientasi ideologinya. Akibatnya adalah mereka tidak terdorong untuk belajar. Bahkan, mereka tidak sadar kalau berada di bawah perintah moral kewajiban Islam untuk menuntut ilmu pengetahuan. Problem berikutnya adalah adanya dualisme dalam sistem pendidikan umat Islam sebagai akibat dari adanya dikotomi ilmu tersebut. Pada satu sisi terdapat sistem pendidikan tradisional (Islam) mulai dari Madrasah Ibtidaiyah (MI) sampai PTAI. Pada sisi lain, terdapat sistem pendidikan sekuler modern (umum) mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi Umum (PTU) yang tidak menyentuh sama sekali ideologi dan nilai-nilai Islam. Kenyataanya, kedua sistem pendidikan ini sama-sama tidak beresnya.
Dalam pandangan Islam, ilmu sudah terkandung secara esensial dalam al-Qur’an. Beragama berarti berilmu dan berilmu berarti beragama. Karena itu, tidak ada dikotomi antara agama dan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai, tetapi bebas dinilai atau dikritik. Menilai atau menggugat kembali keabsahan dan kebenaran suatu pendapat adalah keniscayaan. Tujuan pendidikan, menurut al-Qur’an, adalah untuk mengembangkan manusia menjadi pribadi yang kreatif, yang memungkinkan memanfaatkan sumber-sumber alam untuk kebaikan umat manusia dan untuk menciptakan keadilan, kemajuan, dan keteraturan dunia.
Paradigma ilmu pada Pendidikan Tinggi Islam meliputi berbagai kesadaran, yaitu: pertama, ilmu itu secara esensial terkandung dalam ajaran Islam. Pertumbuhan dan perkembangan suatu ilmu senantiasa bersumber dari nilai-nilai ajaran Islam. Kedua, Islam tidak mengenal dikotomi antara ilmu dan agama. Keduanya tidak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan dalam setiap posisi dan perannya. Kebenaran ilmu bersifat empirik dan relatif. Ketiga, ilmu itu diciptakan manusia. Hanya saja, sejak awal penciptaannya, pengembangan dan pengamalan ilmu sudah diniatkan untuk mengabdi kepada Sang Maha Pencipta.
Setiap peradaban umat manusia itu selalu dilandasi oleh ilmu pengetahuan. Begitu juga peradaban Islam, baik ketika masa kejayaan maupun ketika masa kemunduran, tidak bisa lepas dari ilmu pengetahuan yang melandasinya. Pada masa kejayaan peradaban Islam, belum dikenal adanya pertentangan antara ilmu umum dan ilmu agama. Hal ini didukung oleh fakta sejarah bahwa banyak pemikir Muslim yang ahli agama juga ahli kedokteran, kimia, sosiologi, perbintangan, dan sebagainya. Tetapi pada abad modern, ilmu cenderung dipertentangkan antara ilmu agama (tradisional) dan ilmu modern (sekuler). Akibatnya, jarang ditemukan ilmuwan Muslim sekaligus ahli kedokteran, kimia, ekonomi, atau yang lainnya.

D. Upaya Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia
Pembahasan berikut akan mengikuti kategori sebagaimana tersebut di atas, yaitu pendidikan dasar-menengah yang meliputi pondok pesantren, sekolah Islam, dan madrasah, pendidikan tinggi Islam dan PAI di PTU.
Menurut A. Mukti Ali reformasi pondok pesantren difokuskan pada sistem pendidikan dan pengajaran dengan argumen (1) di pondok pesantren terdapat madrasah, (2) tolok ukur baik atau tidaknya pondok pesantren terletak pada seberapa jauh dapat menunjang pembangunan Nasional, (3) pondok pesantren, pada umumnya, berada di luar kota atau di desa-desa dan sebagian besar santri adalah anak-anak petani dan nelayan, dan (4) pondok pesantren mempunyai jasa yang besar dalam kebangkitan nasional dan dalam mempertahankan Negara Republik Indonesia, serta (5) merupakan tempat pendidikan yang paling utama dalam menanamkan dan menyiarkan ajaran Islam di kalangan masyarakat Indonesia.
Sasaran yang akan diperbaharui adalah pertama mental mau dibangun diganti dengan mental membangun, yang memiliki ciri-ciri (a) sikap terbuka, kritis, dan suka meneliti, (b) melihat ke depan, (c) teliti dalam bekerja, (d) mempunyai inisiatif dalam menggunakan metode-metode baru untuk berbuat sesuatu sekalipun anggota masyarakat lainnya belum atau tidak mempergunakannya, (e) lebih sabar dan tahan bekerja dan (f) bersedia bekerja sama dengan lembaga-lembaga lain. Kedua, reformasi kurikulum pondok pesantren, dan ketiga, pengajaran dan pendidikan yang berhubungan dengan ketrampilan kerja. Reformasi pondok pesantren diarahkan untuk jangka pendek supaya dapat mencukupi tenaga kerja tingkat rendah dan menengah, dan untuk jangka panjang, supaya dapat ikut aktif dalam pembangunan untuk menciptakan masyarakat adil makmur lahir batin.
Reformasi di pondok pesantren dilakukan dengan cara menerapkan kurikulum “Madrasah Wajib Belajar” secara bertahap. Departemen Agama supaya membentuk panitia perencana dan koordinasi Pilot Project Pendidikan ala Madrasah Wajib Belajar, dengan tugas (1) merumuskan pokok-pokok gagasan pembentukan proyek-proyek perintis, dan (2) mengadakan koordinasi dan supervisi terhadap pelaksanaan proyek-proyek perintis tersebut. Di samping itu, Depag juga membentuk panitia yang mempunyai kegiatan inservice education dan preservice education. Kemudian, kurikulum supaya diorientasikan pada kehidupan dan lapangan kerja di masyarakat. Adapun pelaksana-pelaksana pembaharuan pendidikan dan pengajaran pada pondok pesantren adalah (1) kiai dan ustadz sebagai pelaksana langsung, (2) para supervisor sebagai pelaksana bantu, dan (3) para ahli yang telah maju dalam masyarakat.
Usaha reformasi sistem pengajaran dan pendidikan di pondok pesantren dilakukan dengan: (1) mengubah kurikulum supaya berorientasi pada kebutuhan masyarakat, (2) kurikulum ala Madrasah Wajib Belajar hendaknya digunakan sebagai patokan untuk reformasi itu, (3) mutu guru-gurunya hendaknya ditingkatkan, juga prasarana-prasarana pendidikan diperbaharui, (4) usaha pembaharuan ini hendaknya dilaksanakan secara bertahap dengan didasarkan pada hasil-hasil penelitian yang seksama tentang kebutuhan riil masyarakat yang sedang membangun, (5) hasil usaha pembaharuan ini memakan waktu panjang. Oleh karena itu, bagi pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam sektor pembangunan di luar sektor pendidikan diharap adanya pengertian yang sungguh-sungguh untuk tidak lekas-lekas menarik kesimpulan bahwa pondok pesantren tidak penting diusahakan pembangunan dan pembaharuan. (6) Pada hakekatnya, pembangunan dan pembaharuan sistem pengajaran dan pendidikan di pondok pesantren sudah amat mendesak. Oleh karena itu, Departemen Agama dan pemimpin-pemimpin Islam, khususnya para kiai, harus lebih serius menaruh perhatian dan bersikap positif terhadap usaha pembaharuan dan pembangunan pondok pesantren.
Selama beberapa dasa warsa sejak tahun 60-an, Indonesia selalu didominasi oleh ABRI. ABRI memiliki pengkaderan yang sangat rapi dan bagus. Mulai dari pendidikan, mereka mempunyai Taruna Nusantara dan Akabri. Pejabat pemerintah mulai dari pusat sampai ke daerah hampir semuanya diisi oleh ABRI atau pensiunan ABRI. Padahal, status alumni madrasah ketika itu tidak dapat masuk ke Taruna Nusantara dan Akabri. Maka, jarang ditemui pejabat pemerintah yang berlatarbelakang pendidikan madrasah.
Karena itu, upaya reformasi madrasah difokuskan pada segi perbaikan statusnya. Usaha ini mulai tampak hasilnya dengan lahirnya Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, serta Menteri Dalam Negeri, tentang Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah, yang ditandatangani pada tanggal 24 Maret 1975. Keputusan Bersama Tiga Menteri ini kemudian lebih dikenal dengan SKB 3 Menteri. Maksud dan tujuan peningkatan mutu pendidikan pada Madrasah adalah agar tingkat mata pelajaran umum dari Madrasah mencapai tingkat yang sama dengan tingkat mata pelajaran umum di Sekolah Umum yang setingkat, sehingga: (1) ijazah Madrasah dapat mempunyai nilai sama dengan ijazah Sekolah Umum yang setingkat, (2) lulusan Madrasah dapat melanjutkan ke Sekolah Umum setingkat lebih atas, dan (3) siswa Madrasah dapat berpindah ke Sekolah Umum yang setingkat.
Adapun, bidang-bidang peningkatan pendidikan mencakup: (1) peningkatan mutu pendidikan pada Madrasah meliputi bidang kurikulum, buku-buku pelajaran, alat-alat pendidikan lainnya dan sarana pendidikan pada umumnya, serta pengajaran; (2) untuk mencapai tujuan peningkatan mutu pendidikan umum pada Madrasah--ditentukan agar Madrasah menyesuaikan pelajaran umum yang diberikan setiap tahun di semua tingkat sebagai berikut: a) pelajaran umum pada Madrasah Ibtidaiyah sama dengan standard pengetahuan pada Sekolah Dasar, b) pelajaran umum pada Madrasah Tsanawiyah sama dengan standard pengetahuan pada Sekolah Menengah Pertama, dan c) pelajaran umum pada Madrasah Aliyah sama dengan standard pengetahuan pada Sekolah Menengah Atas; (3) untuk melaksanakan yang tersebut pada ayat (2) huruf a di atas, lama belajar pada Madrasah Ibtidaiyah dapat diperpanjang dari 6 tahun menjadi 7 tahun, atau menambah jam pelajaran setiap harinya.
Reformasi madrasah berikutnya mengarah pada madrasah model yang dilaksanakan pada tahun 1993 melalui JSEP (Junior Secondary Education Project). Kemudian pada tahun 1998 dilanjutkan dengan BEP (Besic Education Project) untuk MI dan MTS, serta DMAP (Development Madrasah Aliyah Project) untuk MA. Pada akhir-akhir ini pembaharuan madrasah dilaksanakan oleh AIBEP (Australia Indonesia Besic Education Project) melalui MEDP (Madrasah Education Development Project)
Pembaharuan pendidikan Islam juga dilakukan pada lembaga pendidikan tinggi Islam di Indonesia. IAIN Yogyakarta dan Jakarta yang telah menghasilkan banyak sarjana Islam, mulai tahun 1960-an, dikembangkan di kota-kota lain hingga jumlahnya mencapai 14 buah. Kemudian, fakultas-fakultas jauh dari IAIN, pada tahun 1996/1997, mandiri menjadi STAIN, yang jumlahnya tidak kurang dari 33 buah. Perluasan kelembagaan berikutnya, IAIN Jakarta berubah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN), kemudian diikuti secara bersama-sama IAIN Yogyakarta dan STAIN Malang berubah menjadi UIN, serta IAIN Makasar, Bandung, dan Pekan Baru menjadi UIN. Sampai sekarang jumlah PTAIN di Indonesia ada 53 buah.
Pembaharuan PTI mulai menemukan etosnya setelah tahun 1980-an IAIN Jakarta dan Yogyakarta mulai menyelenggarakan Studi Purna Sarjana (SPS) yang kemudian berkembang menjadi Program Pascasarjana (PPS) untuk program Magister (S2) dan dilanjutkan doktor (S3). Pada tahun 2000-an pembukaan S2 kemudian S3 dilakukan di beberapa IAIN lain seperti di Makasar, Aceh, Bandung, Semarang, Padang, Surabaya, dst.
Banyak lembaga pendidikan tinggi Islam di Indonesia yang menjalin hubungan dengan al-Azhar melalui kunjungan profesor, dan banyak mahasiswa Indonesia yang meneruskan kuliah di sana. Selanjutnya, lembaga pendidikan tinggi Islam itu banyak menjalin kerjasama dengan berbagai perguruan tinggi, baik di dalam maupun luar negeri. Melalui Departemen Agama, antara lain, UIN/ IAIN menjalin kerjasama dengan McGill University (Canada), Leiden (Belanda), Chicago (Amerika) dan Sorbon (Perancis).
Secara khusus, cara reformasi pendidikan yang disarankan Rahman terhadap pendidikan di Pakistan dapat diaplikasikan pada pendidikan tinggi Islam di Indonesia, dengan cara: pertama, membangkitkan kembali ideologi keharusan belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Kedua, mengintegrasikan ilmu (antara ilmu agama dan ilmu umum) ke dalam pendidikan tinggi Islam di Indonesia untuk kemaslahatan umat manusia. Ketiga, menyadari akan pentingnya bahasa, kemudian mengembangkannya sebagai alat komunikasi, baik secara lesan maupun tulis. Keempat, mengganti metode pendidikan secara mengulang-ulang (membeo), dan menghafal dengan metode memahami dan menganalisis.

E. Penutup
Akhirnya, sejalan dengan era globalisasi, reformasi, dan keterbukaan pendidikan Islam di Indonesia akan dapat semakin berkembang baik secara kuantitas maupun kualitas jika tersedia kondisi yang kondusif. Pemerintah Indonesia diharapkan bukan sekedar memfasilitasi apa yang diperlukan lembaga pendidikan Islam guna melakukan pembaharuan, tetapi juga menciptakan suasana yang kondusif untuk dapat berkembang sesuai dengan etos dan jati diri dari masing-masing lembaga pendidikan Islam di Indonesia. Dengan demikian, lembaga pendidikan Islam di Indonesia dapat melahirkan ilmuwan-ilmuwan kaliber dunia sebagaimana pd masa kejayaan peradaban umat Islam. Ilmuwan-ilmuwan semacam ini sangat mungkin dapat menghasilkan temuan-temuan yang dapat menyelesaikan problem-problem umat manusia.